Seorang lelaki termengah-mengah datang menghadap Saidina Umar Al-Khattab r.a. Mukanya merah padam dan suaranya bergegar manakala ia bercerita, "Wahai Amirul Mukminin. Saya melihat dengan mata kepala sendiri pemuda Fulan dan pemudi Fulanah berpelukan dengan mesra di belakang pohon kurma." Laki-laki itu berharap Umar akan memanggil kedua pemuda-pemudi yang asyik masyuk itu dan memerintahkan orang suruhannya supaya mendera mereka dengan cemeti.
Ternyata tidak. Umar menggenggam leher baju laki-laki itu. Sambil memukulnya dengan gagang pedang, Umar mengherdik, "Kenapa engkau tidak menutupi kejelekan mereka dan berusaha agar mereka bertaubat? Tidakkah engkau ingat akan sabda Rasulullah, "Siapa yang menutupi aib saudaranya, Allah akan menutupi keburukannya di dunia dan akhirat." Dalam fikiran Umar, bila kedua muda-mudi itu dimalukan di tengah orang ramai, boleh jadi mereka akan nekad lantaran tidak tahu ke mana hendak menyembunyikan diri. Bukanlah sarang maksiat yang lebih parah akan mengurung mereka dalam dosa berterusan?
Pada kali yang lain, seorang Muslim diseret ke hadapannya kerana mengerjakan suatu dosa yang patut menerima hukuman sebat. Tiga orang saksi telah mengemukakan pernyataan yang membuktikan kesalahan lelaki Muslim itu. Tinggal seorang lagi yang merupakan penentuan, apakah hukuman dera harus dijatuhkan atau dibebaskan. Ketika saksi keempat itu diajukan, Umar berkata, "Aku menunggu seorang hamba beriman yang semoga Allah tidak akan mengungkapkan kejelekan sesama Muslim dengan kesaksiannya." Dengan lega saksi keempat itu menyatakan, "Saya tidak melihat suatu kesalahan yang menyebabkan lelaki itu wajib dihukum sebat." Umar pun menarik nafas lega...
.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan