Mutiara Kata:

"Dan tuntutlah dengan harta kekayaan yang telah dikurniakan Allah kepadamu akan pahala dan kebahagiaan hari akhirat dan janganlah engkau melupakan bahagianmu dari dunia dan berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu dan janganlah engkau melakukan kerosakan di muka bumi sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang berbuat kerosakan." (QS Al-Qasas: 77)


31 Julai 2009

SAIDINA ALI MENCERITAKAN KISAH ASHABUL KAHFI


Dalam surah al-Kahfi, Allah SWT menceritakan tiga kisah masa lalu, yaitu kisah Ashabul Kahfi, kisah pertemuan Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS serta kisah Dzulqarnain. Kisah Ashabul Kahfi mendapat perhatian lebih dengan digunakan sebagai nama surat dimana terdapat tiga kisah tersebut. Hal ini tentu bukan kebetulan semata, tapi kerana kisah Ashabul Kahfi, seperti juga kisah dalam al-Quran lainnya, bukan merupakan kisah semata-mata, tetapi juga terdapat banyak pelajaran (ibrah) didalamnya. Berikut adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) yang ditafsir secara jelas jalan ceritanya:
.
Penulis kitab Fadha'ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah (jilid II, halaman 291-300), mengetengahkan suatu riwayat yang dikutip dari kitab Qishashul Anbiya. Riwayat tersebut berkaitan dengan tafsir ayat 10 Surah Al-Kahfi: "(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo'a: "Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)" (QS al-Kahfi:10) Dengan panjang lebar kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut:
.
Di kala Saidina Umar Al-Khattab r.a. memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah: "Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, bererti bahawa agama Islam itu batil dan Muhammad bukan seorang Nabi."
.
"Silakan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan," sahut Khalifah Umar. "Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?" Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. "Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) di saat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?"
.
Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berfikir sejenak, kemudian berkata: "Bagi Umar, jika ia menjawab 'tidak tahu' atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!'' Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata: "Sekarang kami bersaksi bahawa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah batil!"
.
Salman Al-Farisi yang ketika itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: "Kalian tunggu sebentar!" Ia segera pergi ke rumah Saidina Ali bin Abi Talib k.w.j. Setelah bertemu beliau, Salman berkata: "Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!" Saidina Ali k.w.j. bingung, lalu bertanya: "Mengapa?" Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab.
.
Saidina Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasulullah SAW. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Talib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: "Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!"
.
Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Talib berkata: "Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasulullah SAW sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!"
.
Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Talib berkata: "Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!" "Ya baik!" jawab mereka.
.
"Sekarang tanyakanlah satu demi satu," kata Ali bin Abi Talib. Mereka mulai bertanya: "Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?" Jawab Ali bin Abi Talib: "Induk kunci itu ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik pemuda mahupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadirat Allah!"
.
Para pendeta Yahudi bertanya lagi: "Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?" Ali bin Abi Talib menjawab: "Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahawa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!"
.
Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: "Orang itu benar juga!" Mereka bertanya lebih lanjut: "Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!" Jawab Ali: "Kuburan itu ialah ikan yu yang menelan Nabi Yunus putera Matta. Nabi Yunus AS dibawa keliling ke tujuh samudera!"
.
Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi: "Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!" Ali bin Abi Talib menjawab: "Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud alaihimas salam. Semut itu berkata kepada kaumnya: "Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sedar!"
.
Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya: "Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!" Ali bin Abi Thalib menjawab: "Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Saleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular)."
.
Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan: "Kami bersaksi bahawa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!"
.
Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Talib: "Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda." "Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan," sahut Saidina Ali.
.
"Cuba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?" Tanya pendeta tadi. Ali bin Abi Talib menjawab: "Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah SWT kepada RasulNya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu."
.
Pendeta Yahudi itu menyahut: "Aku sudah banyak mendengar tentang Quran kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, cuba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!"
.
Ali bin Abi Talib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: "Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah SAW kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahawa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki). Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana."
.
Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: "Jika engkau benar-benar tahu, cuba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!" Saidina Ali bin Abi Talib menerangkan: "Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmar. Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Tiang-tiangnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi. Raja itu pun membuat sebuah singgahsana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Di sebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgahsana dengan mengenakan mahkota di atas kepala."
.
Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: "Jika engkau benar-benar tahu, cuba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?" "Hai saudara Yahudi," kata Imam Ali menerangkan, "Mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam. Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Seluar mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja. Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri."
.
Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu berkata: "Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, cuba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!" Imam Ali r.a. menjawab: "Kekasihku Muhammad Rasul Allah SAW menceritakan kepadaku, bahawa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.
.
Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para penggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni. Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung di dalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.
.
Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.
.
Demikianlah raja itu berada di atas singgahsana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sihat, ia mulai bongkak, durhaka dan zalim. Ia mengaku dirinya sebagai "tuhan" dan tidak mahu lagi mengakui adanya Allah SWT.
.
Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mahu taat atau tidak bersedia mengikuti kemahuannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiyakan kemahuannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah SWT.
.
Pada suatu hari perayaan ulang tahunnya, raja sedang duduk di atas singgahsana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahawa ada balatentara asing masuk menyerbu ke dalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disedari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala. Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgahsana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan --seorang cerdas yang bernama Tamlikha-- memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di dalam hati: "Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan."
.
Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya: "Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mahu makan dan tidak mahu minum?"
.
"Teman-teman," sahut Tamlikha, "hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur." Teman-temannya bertanya: "Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?" "Sudah lama aku memikirkan soal langit," ujar Tamlikha menjelaskan. "Aku lalu bertanya pada diriku sendiri: "Siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang sentiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah? Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu? Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?' Kemudian ku fikirkan juga bumi ini: "Siapakah yang membentang dan menghamparkannya di cakrawala? Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak senget?" Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri: "Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius…"
.
Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha dicium sambil berkata: "Hai Tamlikha, dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh kerana itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!" "Saudara-saudara," jawab Tamlikha, "baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang zalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!" "Kami setuju dengan pendapatmu," sahut teman-temannya.
.
Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat wang sebanyak 3 dirham. Wang itu kemudian diselitkan dalam baju. Lalu berangkat berkenderaan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya. Setelah berjalan 3 batu jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya: "Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar."
.
Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah kerana tidak biasa berjalan kaki sejauh itu. Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya: "Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?" "Aku mempunyai semua yang kalian inginkan," sahut penggembala itu. "Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Cuba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!"
.
"Ah…, susahnya orang ini," jawab mereka. "Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?" "Ya," jawab penggembala itu. Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil mencium kaki mereka, ia berkata: "Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian." Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya."
.
Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: "Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, cuba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?" "Hai saudara Yahudi," kata Ali bin Abi Talib, "Kekasihku Muhammad Rasul Allah SAW. menceritakan kepadaku, bahawa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qitmir. Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya: "Kita khuatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahsia kita!" Mereka meminta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.
.
Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali: "Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah SWT." Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi. Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua.
.
Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata: "Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?!" Imam Ali menjelaskan: "Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram!"
.
Ali bin Abi Talib meneruskan ceritanya: "Secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua. Kemudian Allah SWT memerintahkan Malaikat Maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah SWT mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri."
.
Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawapan bahawa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80,000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahawa enam orang itu benar-benar sedang tidur.
.
Kepada para pengikutnya ia berkata: "Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!" Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan seperti simen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya: "Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu." Dalam gua tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.
.
Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah SWT mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya: "Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!"
.
Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah SWT membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya: "Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa wang untuk mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi."
.
Tamlikha kemudian berkata: "Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!" Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan: "Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah."
.
Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri: "Kusangka aku ini masih tidur!" Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berjalan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti: "Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?" "Aphesus," sahut penjual roti itu. "Siapakah nama raja kalian?" tanya Tamlikha lagi. "Abdurrahman," jawab penjual roti. "Kalau yang kau katakan itu benar," kata Tamlikha, "Urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah wang ini dan berilah makanan kepadaku!" Melihat wang itu, penjual roti keheranan. Kerana wang yang dibawa Tamlikha itu wang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.
.
Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Talib: "Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, cuba terangkan kepadaku berapa nilai wang lama itu dibanding dengan wang baru!" Saidina Ali menerangkan: "Kekasihku Muhammad Rasul Allah SAW menceritakan kepadaku, bahawa wang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan wang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!"
.
Saidina Ali kemudian melanjutkan ceritanya: Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: "Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan semua itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!" "Aku tidak menemukan harta karun," sangkal Tamlikha. "Wang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota kerana orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!"
.
Penjual roti itu marah. Lalu berkata: "Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa wangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?"
.
Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha: "Bagaimana cerita tentang orang ini?" "Dia menemukan harta karun," jawab orang-orang yang membawanya. Kepada Tamlikha, raja berkata: "Engkau tak perlu takut! Nabi Isa AS memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat." Tamlikha menjawab: "Tuanku, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!" Raja bertanya sambil keheranan: "Engkau penduduk kota ini?" "Ya. Benar," sahut Tamlikha. "Adakah orang yang kau kenal?" tanya raja lagi. "Ya, ada," jawab Tamlikha. "Cuba sebutkan siapa namanya," perintah raja.
.
Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1,000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: "Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?" "Ya, tuanku," jawab Tamlikha. "Utuslah seorang menyertai aku!" Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengiringnya: "Inilah rumahku!"
.
Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata kerana sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: "Kalian ada perlu apa?" Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: "Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!" Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati, ia bertanya: "Siapa namamu?" "Aku Tamlikha anak Filistin!" Orang tua itu lalu berkata: "Cuba ulangi lagi!"
.
Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: "Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka." Kemudian diteruskannya dengan suara terharu: "Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa AS, dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahawa mereka itu akan hidup kembali!"
.
Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian dilaporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera berangkat menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai mencium tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: "Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?" Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahawa semua temannya masih berada di dalam gua. "Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua," demikian Saidina Ali melanjutkan ceritanya.
.
Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: "Aku khuatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau bunyi senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh kerana itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!"
.
Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: "Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!" Tamlikha bertanya: "Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?" "Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja," jawab mereka. "Tidak!" sangkal Tamlikha. "Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!"
.
Teman-teman Tamlikha menyahut: "Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh dunia?" "Lantas apa yang kalian inginkan?" Tamlikha kembali bertanya. "Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga," jawab mereka. Lalu mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: "Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa pengetahuan orang lain!"
.
Allah SWT mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat Maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah SWT melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua. Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah SWT. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka.
.
Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata: "Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu." Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula: "Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu."
.
Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka Allah berfirman: "Dan begitulah Kami menyerempakkan mereka, supaya mereka mengetahui bahawa janji Allah adalah benar, dan bahawa saat itu tidak ada keraguan padanya. Apabila mereka berbalahan antara mereka dalam urusan mereka, maka mereka berkata, "Binalah di atas mereka satu bangunan; Pemelihara mereka sangat mengetahui mengenai mereka." Berkata orang-orang yang menguasai atas urusan mereka, "Kami akan membina di atas mereka sebuah masjid."
.
Sampai di situ Saidina Ali bin Abi Talib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu: "Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?"
.
Pendeta Yahudi itu menjawab: "Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahawa tiada tuhan selain Allah dan bahawa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahawa engkau orang yang paling berilmu di kalangan umat ini!"
Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha 'ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Saidina Ali bin Abi Talib k.w.j. dari Rasulullah SAW.
.
Wallahua'lam.
.

NAFSU AMMARAH DARJAT PALING HINA (H.METRO, 31/7/09)



SETIAP orang mempunyai nafsu. Ia adalah kurniaan Allah yang bersifat fitrah sebagai pelengkap kepada unsur kemanusiaan di samping akal. Dengan nafsu kita dapat makan dan minum, melakukan itu dan ini memakmurkan bumi, malah beranak pinak. Sebab itu, jika manusia tiada nafsu untuk makan, ini menunjukkan petanda buruk.

Cuma yang berbeza ialah tingkatan nafsu pada diri seseorang. Sesetengah dapat mengawal nafsu, manakala yang lain terikut-ikut telunjuk hawa nafsu, malah kerap terbabas kerana gagal mengawal nafsu. Dalam Islam, nafsu terbahagi kepada beberapa tahap, iaitu nafsu ammarah, nafsu lawwamah, nafsu mulhimah, nafsu muthmainnah, radiah dan mardhiah.

Nafsu ammarah - Nama ini diambil daripada ayat al-Quran yang menceritakan mengenai pengakuan Zulaikha (Imratulaziz) atas kesalahan dan kesediaannya membuat pengakuan yang Yusuf bersih daripada sebarang keburukan dan kesalahan. Ia adalah nama bagi nafsu di tahap paling rendah. Diri di tahap ini disifatkan al-Quran sebagai yang menyuruh kepada keburukan dan kejahatan. Jika melakukan kebaikan sekalipun hanya sebagai topeng untuk kejahatan. Maksudnya diri manusia dikuasai sepenuhnya oleh unsur kejahatan sehingga manusia menjadi hamba nafsu, bahkan menjadikan nafsu sebagai Tuhan yang ditaati.

Manusia yang memiliki akhlak serendah ini nilai baik dan buruk tidak bermakna dan tidak penting. Cuma yang penting baginya ialah yang dapat memenuhi kehendak nafsunya saja. Manusia yang sedemikian akan mendabik dada, kerana berbangga dengan kejahatan yang dilakukan. Diri dalam peringkat terendah inilah yang diistilahkan oleh ahli kerohanian Islam sebagai 'nafsu'.

Nafsu ammarah ini mengandungi sifat hina dan tercela, sifat kehaiwanan, syaitan dan bangga diri yang hanya layak bagi Tuhan, seperti sifat takbur, memperhambakan manusia, suka disanjung dan dipuja. Sifat yang nyata pada diri di tahap ini ialah sentiasa bergelora dengan seribu satu macam keinginan nafsu, sesuai dengan sifat semula jadi nafsu rendahnya seperti terburu nafsu, lalai, tamak dan jahil. Malah untuk menunaikan keinginan yang sentiasa bergelora tanpa puas manusia akan menjadi alat dan hamba nafsu menyebabkan mereka dalam sentiasa dalam keadaan sengsara.

Al-Quran mengumpamakan seperti seekor anjing yang termengah-mengah dan terjelir lidahnya kerana kepenatan. "Dan kalau Kami kehendaki nescaya Kami tinggikan pangkatnya dengan ayat-ayat itu. Tetapi ia cenderung kepada dunia dan menurut hawa nafsunya; maka bandingannya adalah seperti anjing; jika engkau menghalaunya, ia menghulurkan lidahnya termengah-mengah. Dan jika engkau membiarkannya ia juga menghulurkan lidahnya termengah-mengah. Demikianlah bandingan orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu supaya mereka berfikir." (Al-A'raaf: 176)

Diri yang berada pada tahap ini sebenarnya menerima ujian. Diuji dengan sifat rendah dan buruk. Tetapi manusia juga disediakan daya kemampuan untuk menentang, melawan, mengekang dan mengawal daripada menurut nafsu rendahnya itu. Manusia diuji dengan sifat terbabit bukanlah diminta supaya menuruti keinginan nafsu yang tidak ada batas kepuasannya tetapi untuk menghalang, mendidik dan memandunya sehingga mengenali diri, tabiat dan kelemahannya.

Dengan itu akhirnya diri mengenali Tuhan dan mentaati petunjuk-Nya dalam usaha mengatasi kelemahan supaya mereka benar-benar menjadi hamba dan mengabdikan kepada Allah saja.Hanya dengan usaha terbabit nafsu di tahap ini akan dapat meningkat maju ke peringkat yang lebih tenang.
.

29 Julai 2009

KISAH HIDUP UTHMAN AFFAN (HARIAN METRO)


SELALUNYA kisah remaja dan alam percintaan yang menjadi kecenderungan penulis novel. Tetapi ini tidak bermakna genre lain harus dilupakan, lebih-lebih lagi karya yang menyentuh nilai mulia dan terpuji, seperti tema perjuangan, agama dan kemanusiaan.

Karya Abdul Latip Talib, 'Uthman Affan Pengumpul al-Quran' adalah antara genre yang wajar dibaca, lebih-lebih lagi ia menekankan konsep ketuhanan, kemanusiaan dan perjuangan secara seimbang. Buku terbabit menceritakan kehidupan dan jatuh bangun khalifah ketiga itu dari mula, sejak dilahirkan ibunya, Arwa binti Kuraiz, sehinggalah zaman remaja dan dewasanya.

Saidina Uthman r.a. berasal daripada keluarga Umaiyah yang lahir pada tahun 574 dan dilantik menjadi khalifah pada tahun 644 selepas Saidina Umar al-Khattab r.a. meninggal dunia. Ketika itu beliau berusia 70 tahun dan memerintah empayar Islam selama 12 tahun. Beliau meninggal dunia ketika berusia 82 tahun akibat dibunuh.

Di dalam buku ini, gaya bahasa digunakan tidak terlalu kompleks, malah rantaian ayatnya sangat bersahaja dan ringkas, memudahkan segenap lapisan usia untuk memahaminya. Sepintas lalu, pada suatu ketika beliau menjadi kebanggaan suku kaumnya, malah sangat disanjungi, lebih-lebih lagi keluarganya berharta, namun selepas memeluk Islam beliau dicemuh ahli kaumnya yang tidak bersetuju dengan tindakannya.

Tetapi beliau seorang yang berani dan tidak berputus asa, malah selepas mendapat hidayah beliau tidak teragak-agak untuk berada di samping Rasulullah SAW dan perjuangannya, walaupun ramai yang menentang. Saidina Uthman r.a. adalah antara yang terawal memeluk Islam selepas Abu Bakar as-Siddiq r.a. dan tergolong sepuluh sahabat yang dijamin masuk syurga. Beliau mendapat gelaran Zin Nurain yang bererti 'memiliki dua cahaya' kerana Rasulullah SAW mengahwinkannya dengan dua puterinya iaitu Ruqayah dan kemudian dengan Ummu Kalthum selepas Ruqayah meninggal.

Sepanjang pemerintahannya dari tahun pertama hingga keenam, banyak kejayaan diraih. Empayar Islam berkembang hingga ke Iran, Afghanistan, Afrika Utara, Pulau Cyprus, Pulau Rhodes, Samarqand, Libya, Algeria, Tunia, Maghribi dan Eropah.

Antara jasa Khalifah Uthman yang besar ialah penyusunan semula al-Quran dengan sebutan lahjah Arab Quraisy. Al-Quran inilah yang digunakan hingga ke hari ini yang dikenali sebagai Mashaf Uthmani.
.

MENYEMPURNAKAN IBADAH PUASA


Bagi menyempurnakan ibadah puasa, Ramadhan khususnya, terdapat beberapa perkara yang mesti kita pertimbangkan. Untuk itu di sini dikutip sebuah tulisan dari Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Jarullah dalam buku beliau yang berjudul Risalah Ramadhan tentang langkah-langkah mencapai kesempurnaan ibadah puasa:

1. Makan sahurlah, sehingga membantu kekuatan badanmu selama berpuasa. Rasulullah SAW bersabda: "Makan sahurlah kalian, sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat berkah." (HR Bukhari dan Muslim) "Bantulah (kekuatan badanmu) untuk berpuasa di siang hari dengan makan sahur, dan untuk solat malam dengan tidur siang." (HR Ibnu Khuzaimah)

2. Akan lebih utama jika makan sahur itu diakhirkan waktunya, sehingga mengurangi rasa lapar dan haus. Hanya saja harus hati-hati untuk itu anda hendaknya telah berhenti dari makan dan minum beberapa minit sebelum terbit fajar, agar anda tidak ragu-ragu.

3. Segeralah berbuka jika matahari benar-benar telah tenggelam. Rasulullah SAW bersabda: "Manusia senantiasa dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur." (HR Bukhari, Muslim dan At-Tirmidzi)

4. Usahakan mandi dari hadas besar sebelum terbit fajar, agar boleh melakukan ibadah dalam keadaan suci.

5. Manfaatkan bulan Ramadhan dengan sesuatu yang terbaik yang pernah diturunkan di dalamnya, yakni membaca Al-Quran. "Sesungguhnya Jibril AS selalu menemui Nabi SAW untuk membacakan Al-Quran baginya." (HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas r.a.) Dan pada diri Rasulullah SAW ada teladan yang baik bagi kita.

6. Jagalah lidahmu dari berdusta, mengumpat, mengadu domba, mengolok-olok serta perkataan mengada-ada. Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak perlu puasanya dari makan dan minum." (HR Bukhari)

7. Hendaknya puasa tidak membuatmu keluar dari kebiasaan. Misalnya cepat marah dan emosi hanya kerana sebab yang kecil, dengan berdalih bahawa engkau sedang puasa. Sebaliknya, mestinya puasa membuat jiwamu tenang, tidak emosional. Dan jika anda diuji dengan seorang yang jahil atau pengumpat, ia jangan anda hadapi dengan perbuatan serupa. Nasihatilah dia dan tolaklah dengan cara yang lebih baik. Nabi SAW bersabda: "Puasa adalah perisai, bila suatu hari seseorang dari kamu berpuasa, hendaknya ia tidak berkata buruk dan berteriak-teriak. Bila seseorang menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata: Sesungguhnya aku sedang berpuasa." (HR Bukhari, Muslim dan para penulis kitab Sunan) Ucapan itu dimaksudkan agar ia menahan diri dan tidak melayani orang yang mengumpatnya. Di samping itu juga mengingatkan agar ia menolak melakukan penghinaan dan caci-maki.

8. Hendaknya anda selesai dari puasa dengan membawa takwa kepada Allah, takut dan bersyukur kepadaNya, serta sentiasa istiqamah dalam agamaNya. Hasil yang baik itu hendaknya mengiringi anda sepanjang tahun. Dan buah paling utama dari puasa adalah takwa, sebab Allah SWT berfirman: "Agar kamu bertakwa." (QS Al-Baqarah:183).

9. Jagalah dirimu dari berbagai syahwat (keinginan), bahkan meskipun halal bagimu. Hal itu agar tujuan puasa tercapai, dan mematahkan nafsu dari keinginan. Jabir bin Abdillah r.a. berkata: "Jika kamu berpuasa, hendaknya berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu dari dusta dan dosa-dosa, tinggalkan menyakiti jiran tetangga, dan hendaknya kamu sentiasa bersikap tenang pada hari kamu berpuasa, jangan pula kamu jadikan hari berbukamu sama dengan hari kamu berpuasa."

10. Hendaknya makananmu dari yang halal. Jika kamu menahan diri dari yang haram pada selain bulan Ramadhan, maka pada bulan Ramadhan lebih utama. Dan tidak ada gunanya engkau berpuasa dari yang halal, tetapi kamu berbuka dengan yang haram.

11. Perbanyaklah bersedekah dan berbuat kebajikan. Dan hendaknya kamu lebih baik dan lebih banyak berbuat kebajikan kepada keluargamu dibandingkan pada selain bulan Ramadhan. Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan ketika di bulan Ramadhan.

12. Ucapkanlah Bismillah ketika kamu berbuka seraya berdo'a: "Ya Allah, keranaMu aku berpuasa dan atas rezekiMu aku berbuka. Ya Allah, terimalah daripadaku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
.

28 Julai 2009

PERKARA YANG ELOK & TIDAK ELOK DISEBUT


3 PERKARA YANG ELOK DISEBUT2

Perbanyakkan menyebut Allah daripada menyebut makhluk
Sudah menjadi kebiasaan bagi kita menyebut atau memuji-muji orang yang berbuat baik kepada kita sehingga kadang-kadang kita terlupa hakikat bahawa terlampau banyak nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada kita. Lantaran itu, kita terlupa memuji dan menyebut-nyebut nama Allah. Makhluk yang hanya berbuat baik sedikit sahaja kepada kita, kita puji habis-habisan tetapi nikmat yang terlalu banyak Allah SWT berikan kita langsung tidak hargai. Sebaik-baiknya elok kita basahi lidah kita dengan memuji Allah sentiasa, bukan sekadar ucapan Alhamdulillah apabila perut sudah kekenyangan. Pujian sebegini hanya di lidah sahaja, tidak sampai hingga ke hati.

Perbanyakkan menyebut akhirat daripada menyebut urusan dunia
Dunia terlalu sedikit dibandingkan dengan akhirat. 1000 tahun di dunia setimpal dengan ukuran masa sehari di akhirat. Betapa kecilnya nisbah umur di dunia ini berbanding akhirat. Nikmat dunia juga 1/100 daripada nikmat akhirat. Begitu juga seksa dan kepayahan hidup di dunia hanya 1/100 daripada akhirat. Hanya orang yang singkat akalnya hanya sibuk memikirkan Wawasan Dunia (WD) hingga terlupa Wawasan Akhirat (WA). Manusia yang paling bijak ialah mereka yang sibuk merancang Wawasan Akhiratnya. Saham Amanah Dunia (SAD) tak penting, tapi yang paling penting ialah Saham Amanah Akhirat (SAA) yang tak pernah rugi dan merudum malahan sentiasa naik berlipat kali ganda. Oleh itu perbanyakkanlah menyebut-nyebut perihal akhirat supaya timbul keghairahan menanam dan melabur saham akhirat.

Perbanyakkan menyebut hal-hal kematian daripada hal-hal kehidupan
Kita sering memikirkan bekalan hidup ketika tua tetapi jarang memikirkan bekalan hidup semasa mati. Memikirkan mati adalah sunat kerana dengan berbuat demikian kita akan menginsafi diri dan kekurangan amalan yang perlu dibawa ke sana. Perjalanan yang jauh ke akhirat sudah tentu memerlukan bekalan yang amat banyak. Bekalan itu hendaklah dikumpulkan semasa hidup di dunia ini. Dunia ibarat kebun akhirat. Jikalau tidak usahakan kebun dunia ini, masakan dapat mengutip hasilnya di akhirat? Dalam hubungan ini eloklah mencontohi sikap Saidina Ali k.w.s.j. Meskipun sudah terjamin akan syurga, beliau masih mengeluh dengan hebat sekali tentang kurangnya amalan untuk dibawa ke akhirat yang jauh perjalanannya. Bandingkan pula dengan diri kita yang kerdil dan sentiasa bergelumang dengan dosa?


2 PERKARA JANGAN DISEBUT2

Jangan menyebut-nyebut kebaikan diri dan keluarga
Syaitan memang sentiasa hendak memerangkap diri kita dengan membisikkan kepada kita supaya sentiasa mengingat atau menyebut-nyebut tentang kebaikan yang kita lakukan sama ada kepada diri sendiri, keluarga atau masyarakat amnya. Satu kebaikan yang kita buat, kita sebut-sebut seperti rasmi ayam 'bertelur sebiji, riuh sekampung'. Kita terlupa bahawa dengan menyebut dan mengingat kebaikan kita itu sudah menimbulkan satu penyakit hati iaitu ujub. Penyakit ujub ini ibarat api dalam sekam yang boleh merosakkan pahala kebajikan yang kita buat. Lebih dahsyat lagi jika ianya menimbulkan ria' atau bangga diri yang mana Allah SWT telah memberi amaran sesiapa yang memakai sifatNya (ria') tidak akan mencium bau syurga. Ria' adalah satu unsur dari syirik (khafi). Oleh itu eloklah kita berhati-hati supaya menghindarkan diri daripada mengingat kebaikan diri kita kepada orang lain. Kita perlu sedar bahawa perbuatan baik yang ada pada diri kita itu sebenarnya datangnya dari Allah SWT kerana Allah yang membolehkan kita berbuat baik. Jadi kita patut bersyukur kepada Allah SWT kerana menjadikan kita orang baik, bukannya mendabik dada mengatakan kita orang baik. Kita terlupa kepada Allah yang mengurniakan kebaikan itu.

Jangan menyebut-nyebut keaiban atau keburukan diri orang lain
Kegelapan hati ditokok dengan rangsangan syaitan selalu menyebabkan diri kita menyebut-nyebut kesalahan dan kekurangan orang lain. Kita terdorong melihat keaiban orang sehingga terlupa melihat keaiban dan kekurangan diri kita sendiri. Bak kata orang tua-tua 'kuman seberang lautan nampak, tapi gajah di depan mata tak kelihatan'. Islam menuntut kita melihat kekurangan diri supaya dengan cara itu kita dapat memperbaiki kekurangan diri kita. Menuding jari mengatakan orang lain tak betul sebenarnya memberikan isyarat bahawa diri kita sendiri tidak betul. Ibarat menunjuk jari telunjuk kepada orang; satu jari arah ke orang itu tapi 4 lagi jari menuding ke arah diri kita. Bermakna bukan orang itu yang buruk, malahan diri kita lebih buruk daripadanya. Oleh sebab itu, biasakan diri kita melihat keburukan diri kita bukannya keburukan orang lain. Jangan menjaga tepi kain orang sedangkan tepi kain kita koyak rabak. Di dalam Islam ada digariskan sikap positif yang perlu dihayati dalam hubungan sesama manusia iaitu lihatlah satu kebaikan yang ada pada diri seseorang, meskipun ada banyak kejahatan yang ada pada dirinya. Apabila melihat diri kita pula, lihatkan kejahatan yang ada pada diri kita walaupun kita pernah berbuat baik. Hanya dengan cara ini kita terselamat dari bisikan syaitan yang memang sentiasa mengatur perangkap untuk menjadikan kita temannya di dalam neraka.

Semoga 5 perkara yang disebutkan di atas dapat kita hayati dan diterapkan dalam kehidupan kita seharian. Sama-sama berdoa agar terselamat dari kemurkaan Allah SWT di dunia hingga ke akhirat. Amein...
.

27 Julai 2009

MADINAH...


Berikut adalah antara hadis-hadis Rasulullah SAW tentang kelebihan Madinah:

Sesungguhnya (Nabi) Ibrahim telah ‘mengharamkan’ Mekah dan berdoa untuknya, dan aku ‘mengharamkan’ Madinah sebagaimana Ibrahim mengharamkan Mekah, dan aku berdoa untuk cupak dan gantangnya sebagaimana Ibrahim berdoa untuk Mekah.” (Bukhari & Muslim)

Sesiapa yang mampu untuk mati di Madinah hendaklah melakukannya, sesungguhnya aku akan memberi syafaat kepada mereka yang mati di Madinah.” (Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Sesiapa yang memasuki masjid kami (masjid Nabi) ini untuk mempelajari satu kebaikan ataupun mengajarnya, adalah seumpama mujahid pada jalan Allah...” (Ahmad, Ibnu Majah)

Di setiap pintu masuk Madinah ada malaikat yang mengawasi wabak taun dan Dajjal daripada menyerang Madinah.” (Bukhari & Muslim)

Sesungguhnya iman akan kembali ke Madinah sebagaimana ular kembali ke lubangnya.” (Bukhari & Muslim)

Bersembahyang di masjidku ini seribu kali lebih afdhal daripada yang lain-lain kecuali di Masjidil Haram.” (Bukhari & Muslim)

Tidak digalakkan bermusafir melainkan ke tiga buah masjid iaitu Masjidil Haram, Masjidil Aqsa dan masjidku ini.” (Bukhari & Muslim)

Di antara rumahku dan mimbarku adalah satu taman daripada taman-taman syurga, dan mimbarku terletak di atas kolamku (di syurga).” (Bukhari & Muslim)

Sesiapa yang memakan tuju biji tamar ‘ajwah (tamar Madinah) pada waktu pagi, nescaya racun dan sihir tidak akan memudaratkannya.” (Bukhari & Muslim)

Sesiapa yang makan tujuh biji tamar yang tumbuh di antara dua tanah hitam (sempadan Haram Madinah) pada waktu pagi, dia tidak akan terkena racun hingga ke petang.” (Muslim)

(Rujukan: 'Mengenali Madinah Munawwarah Menerusi Kesan-kesan Sejarah', susunan Abdul Basit Abdul Rahman)
.

26 Julai 2009

MEROTAN ANAK-ANAK


Menggunakan rotan dalam kaedah pendidikan Islam adalah satu cara psikologi yang paling berkesan yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW seperti sabda Baginda: "Allah SWT memberkati rumah yang di dalamnya ada digantung rotan".

Rotan bukan digunakan untuk mendera anak, tetapi fungsinya yang sebenar ialah untuk tujuan pendidikan. Kalau kita memukul anak yang enggan mendirikan sembahyang sedang ia telah berumur sepuluh tahun, apatah lagi yang telah 'Aqil Baligh, mestilah dengan cara dan kaedah yang betul yang benar-benar bertujuan untuk mendidik, bukan mendera atau menyeksa anak.

Perbuatan merotan yang didorong oleh niat yang ikhlas kerana menjalankan perintah Rasulullah SAW itu boleh menghalau syaitan yang bersarang dalam jiwa anak-anak kita. Tetapi merotan anak dengan sesuka hati serta dengan tujuan mendera hanya akan menyebabkan anak kita menjadi pengikut-pengikut syaitan yang menanamkan sifat dendam, benci, marah dan sebagainya.

Kalau kita di rumah tidak merotan anak kita yang layak dirotan sebagai pengajaran, di luar rumah kita tidak dapat memastikan bahawa anak kita tidak menerima hukuman kepada kesalahan yang dilakukannya. Guru disiplin dan guru besar atau pengetua kini diberi lesen untuk menggunakan rotan. Lagipun yang mana lebih baik, di rumah kita gunakan rotan dan diluar anak kita menjadi manusia baik, atau kita tak pernah merotan anak sehingga anak kita menjadi pelesit lalu ditangkap oleh pihak berkuasa dan disumbat ke dalam penjara kerana kesalahan jenayah dan sebagainya.

Anak yang tidak pernah dirotan oleh ibu bapa akan menganggap diri mereka anak manja atau anak emas. Anak yang merasa diri mereka raja di dalam rumah akan menampakkan sikap yang degil seterusnya membawa kepada derhaka. Namun demikian, kita harus menggunakan rotan dengan cara yang berpatutan, bersesuaian dengan tujuan sebenar untuk memberi pendidikan. Kerana jikalau tersilap langkah, maka lain pula jadinya. Dalam hal ini kita jangan menjadi bapa ketam yang menyuruh anaknya berjalan betul sedangkan dirinya sendiri berjalan mengiring/mereng.

Ini bermakna kita kenalah mempraktikkan pendidikan lisanul hal (amali/praktik), supaya anak-anak akan menjadikan kita sebagai 'role model' kepada diri mereka.
.

24 Julai 2009

4 GOLONGAN MENANGGAPI MAUT


Dalam persoalan maut, para ulama bersetuju bahawa manusia boleh dibahagikan kepada 4 golongan:

Golongan Pertama
Mereka yang tenggelam dalam kecintaan dunia tidak akan memikirkan soal maut sebab maut ini akan menyebabkan mereka terpisah dari kelazatan dunia mereka. Mereka memikirkan tentang maut dengan keadaan marah dan dengan penuh kebencian. Mereka amat takut akan maut sebab bila maut datang kepada mereka, mereka terpaksa meninggalkan segala harta kesayangan mereka.

Golongan Kedua
Mereka berhajat kepada Allah SWT. Mereka boleh dikatakan sebagai di peringkat permulaan. Mereka akan berasa takut bila diperdengarkan tentang kehebatan Allah dan mereka bersungguh-sungguh mahu bertaubat. Tetapi, mereka juga boleh dikatakan takut akan mati. Mereka takut mati bukan kerana cintakan dunia, tetapi mereka rasa mereka belum benar-benar bertaubat. Jadi, mereka akan mengislahkan diri terlebih dahulu dan mereka belum bersedia untuk mati dan tidak suka untuk mati cepat.
.
Golongan ini tidak boleh dikatakan sebagai golongan yang tidak suka bertemu Allah SWT berdasarkan hadis Rasulullah SAW yang bermaksud: “Sesiapa yang tidak suka menemui Allah, maka Allah juga tidak suka menemuinya.” Kerana mereka bukan benci untuk berjumpa Allah, sebaliknya mereka takut akan kekurangan dan kecacatan amal yang ada pada mereka. Mereka boleh diumpamakan sebagai seseorang yang ingin bertemu dengan sahabatnya. Maka, dia membuat persediaan untuk bertemu dengan sahabatnya supaya sahabatnya itu akan gembira, tetapi dia belum bersedia untuk berjumpa lagi dengan sahabatnya itu disebabkan dia masih sibuk dalam bersiap-sedia. Jadi, orang ini boleh dikatakan sibuk dalam persediaan untuk kehidupan Akhirat. Jika orang ini menyibukkan diri dalam kehidupan dunia, maka dia boleh dikategorikan dalam golongan pertama tadi.

Golongan Ketiga
Mereka ini disebutkan sebagai golongan Arif. Mereka mengenal Allah SWT lebih daripada mereka mengenal yang selainNya. Taubat mereka adalah sempurna. Mereka cintakan maut dan merindukan kedatangannya. Bagi seorang kekasih, masa perjumpaan dengan kekasihnya adalah saat sangat penting daripada segala-galanya. Demikian, masa perjumpaan bagi mereka adalah bila datangnya maut dan mereka sentiasa menanti-nantikan kedatangannya dan mereka tidak sekali-kali leka daripada tugas ini. Orang beginilah dikatakan sebagai mereka yang mencintai mati dan berharap supaya maut ini boleh datang dengan begitu cepat sekali. Mereka sentiasa merindukan kemerdekaan dari dunia yang penuh dengan dosa ini.
.
Satu riwayat menyatakan bahawa Saidina Huzaifah r.a. sewaktu hampir meninggal dunia berkata: “Akhirnya kekasihku (maut) yang aku nanti-nantikan itu sudah tiba pada waktu yang tepat. Sesiapa yang menyesali akan kedatangannya, dia tidak akan berjaya. Ya Allah! Engkau Yang Maha Mengetahui akan daku, aku lebih suka hidup miskin daripada hidup mewah. Aku lebih suka sakit daripada sihat dan aku lebih suka maut daripada hidup. Cepatkanlah maut bagiku supaya aku dapat bertemu denganMu.”

Golongan Keempat
Mereka ini adalah satu golongan yang mempunyai darjat yang lebih tinggi daripada ketiga-tiga golongan di atas. Mereka mengutamakan keredhaan Allah SWT daripada segala-galanya dan ia menjadi matlamat dan tujuan hidup mereka. Mereka tidak mempunyai apa-apa kepentingan diri untuk hidup ataupun mati. Mereka menjadi kekasih Allah dan tandanya, mereka ada sifat Redha (penerimaan tanpa persoalan) dan sifat Tasleem (penyerahan diri yang sempurna).

Wallahua'lam.
.

23 Julai 2009

AIRMATAKU MENITIS LAGI...


Tangisan, menurut perspektif Islam, boleh dibahagikan kepada dua jenis iaitu tangisan yang berbentuk negatif dan tangisan yang berbentuk positif. Tangisan yang dilarang ialah seperti meraung dan melolong dengan sekuat hati apabila menerima atau meratapi kematian. Tangisan seperti ini bukan sahaja dipandang negatif kepada orang yang melakukannya tetapi juga mayat yang diratapinya itu turut terseksa kerana perbuatannya.

Ini berbeza dengan tangisan positif iaitu tangisan yang terjadi kerana cinta dan takut kepada Allah SWT. Malah Nabi Muhammad SAW pun menangis bila mengenangkan kesengsaraan dan penderitaan yang dihadapi oleh umatnya serta tatkala baginda memohon ampun dari Allah SWT. Antara jenis-jenis tangisan yang dibenarkan malah digalakkan dalam Islam ialah:

1. Ketika melahirkan rasa kesyukuran kepada Allah SWT
Orang-orang yang beriman dan bertaqwa akan sentiasa bersyukur dengan apa yang dikurniakan oleh Allah SWT kepadanya. Golongan ini sama sekali tidak pernah mengeluh malah sentiasa redha dengan apa yang mereka terima. Maka dengan sebab itu, orang-orang sebegini adakalanya menitiskan air mata apabila menerima rahmat dan nikmat-nikmat tersebut. Sebagai contoh, dalam satu riwayat oleh Anas r.a. bahawa Rasulullah SAW berkata kepada Ubay bin Ka'ab r.a.: "Allah menyuruh membacakan kepadamu Surah al-Bayyinah ayat 1: "Orang-orang kafir iaitu ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahawa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.'' Ubay bertanya: "Apakah Allah menyebut namaku?'' Nabi menjawab: "Ya" Lalu menangislah Ubay (kerana mendengar berita gembira itu). Ayat tersebut menyatakan tentang pendirian kaum Yahudi dan Nasrani terhadap seruan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul yang telah menerangkan kepada mereka agama yang telah dibawa olehnya iaitu agama Islam. Mereka (Yahudi dan Nasrani) kenal Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagai Rasul kepada umat akhir zaman, tetapi setelah baginda dibangkitkan mereka tidak percaya malah tidak mahu beriman kepada apa yang dibawa oleh baginda.

2. Kerana menyesali perbuatan dan dosa yang telah dilakukan
Tangisan penyesalan biasanya terjadi apabila seseorang yang telah melakukan dosa, menyedari dan menyesali perbuatannya dengan bersungguh-sungguh. Ekoran daripada penyesalan itu maka timbul rasa sedih yang mendalam yang akhirnya akan menitiskan air mata. Tangisan yang sedemikian itu timbul akibat wujudnya rasa kesedaran yang mendalam dan rasa takut yang amat sangat kepada Allah SWT. Keadaan sebegini akhirnya akan mendorong seseorang itu bertaubat dan seterusnya kembali ke jalan yang benar. Hal ini difirmankan oleh Allah SWT: "Maka hendaklah mereka sedikit tertawa dan banyak menangis sebagai pembalasan dari apa yang mereka telah kerjakan.'' (QS At-Taubah:82)

3. Apabila bertambah keimanan kepada Allah SWT
Iman yang tertanam dalam hati akan terus subur dan mekar apabila disirami dengan ayat-ayat suci al-Quran yang dibaca dengan penuh penghayatan sehingga boleh menyebabkan seseorang itu menitiskan air mata. Tangisan sebegini merupakan tangisan yang tinggi nilainya kerana ia merupakan campuran antara rasa kesedaran dan keimanan yang tidak berbelah bagi. Justeru, tanpa disedari airmata akan bercucuran akibat rasa keimanan yang begitu mendalam sebagaimana firman Allah: "... Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Tuhan Yang Pemurah, mereka segera sujud serta dan menangis.'' (QS Maryam:58)

4. Timbul dari rasa khusyuk dan tawadhuk
Tangisan seperti ini boleh terjadi apabila seseorang itu khusyuk dalam beribadat. Air mata yang menitis itu bukan kerana perasaan sedih tetapi kerana menyedari betapa diri yang begitu kerdil ketika berhadapan dengan penciptaNya. Bahkan, orang yang mencapai tahap kekhusyukan itu termasuk salah satu dari tujuh golongan yang memperoleh keistimewaan pada hari kiamat seperti sabda Rasulullah SAW: "Tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naunganNya (iaitu) Imam (pemimpin) yang adil; Pemuda yang dibesarkan dalam beribadat kepada Allah; Orang yang hatinya selalu rindu pada masjid; Dua orang yang berkasih sayang semata-mata kerana Allah iaitu bertemu kerana Allah dan berpisah kerana Allah; Seorang lelaki yang diajak berzina oleh wanita bangsawan dan rupawan lalu ditolaknya dengan berkata: "Aku takut kepada Allah''; Seorang yang bersedekah dalam keadaan rahsia sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh tangan kanannya dan seseorang yang berzikir kepada Allah dalam keadaan menyendiri lalu menitis air matanya.'' (HR Bukhari dan Muslim)

5. Bimbang terputusnya rahmat Allah SWT
Suatu hal yang menyedihkan hati dan amat dibimbangi oleh orang-orang yang beriman ialah terputusnya kebajikan dan rahmat Allah. Apabila keadaan ini berlaku, ia boleh mengubah suasana hati dan perasaan sehingga menjadi sedih dan terharu. Sebagai contoh, pada suatu hari sesudah Rasulullah SAW wafat, Saidina Abu Bakar r.a. mengajak Saidina Umar r.a. ke rumah Ummu Aiman seperti mana Rasulullah SAW semasa hayatnya sering menziarahinya. Sebaik sampai di rumah Ummu Aiman, tiba-tiba Ummu Aiman menangis. Kedua-dua tetamunya itu lantas bertanya: "Apakah yang menyebabkan kamu menangis? Tidakkah engkau tahu bahawa yang tersedia di sisi Allah untuk Rasulullah jauh lebih baik?'' Ummu Aiman menjawab: "Aku tidak menangis kerana itu melainkan kerana wahyu dari langit telah terputus (terhenti).'' Kata-kata Ummu Aiman itu ternyata mengharukan Abu Bakar dan Umar, lalu kedua-duanya turut menangis.

6. Apabila terselamat dari kesesatan dan menemui kebenaran
Adakalanya air mata seseorang itu akan menitis apabila ditunjukkan oleh Allah SWT jalan yang benar setelah sekian lama hanyut dalam kelalaian atau kesesatan. Bagi yang berada dalam situasi sedemikian, akan terus menangis dan tangisannya bukan kerana merasa sedih tetapi kerana terlalu gembira dengan hidayah yang diterima itu. Hal ini pernah terjadi kepada segolongan pendeta apabila menyedari Al-Quran yang diturunkan kepada Rasulullah SAW merupakan kebenaran dari Allah seperti firmanNya: "Dan apabila mereka itu mendengar apa-apa yang diturunkan kepada Rasul, engkau akan melihat mereka akan menitiskan air matanya, lantaran mengetahui kebenaran (seraya) mereka berkata: "Hai Tuhan kami! Kami telah beriman. Oleh kerana itu, catatlah kami dalam golongan orang-orang yang menyaksikan. Dan tidak patut kami tidak beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, pada hal kami ingin supaya Tuhan memasukkan kami bersama kaum yang soleh.'' (QS Al-Maidah:83~84)

Daripada maksud firman Allah SWT tersebut, jelaslah bahawa tangisan yang positif mempunyai keutamaan di sisi Islam sehingga tangisan seumpama itu boleh mendatangkan manfaat yang besar. Ini kerana, orang yang menitiskan air mata kerana Allah SWT sebenarnya merupakan orang yang cukup tinggi rasa keimanan dan taqwanya seperti yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW dalam satu riwayat dari Abu Daud dan Tirmizi bermaksud: "Kami datang kepada Rasulullah sedang baginda menunaikan solat. Maka terdengar nafas tangisnya bagaikan suara air mendidih dalam bejana.''

Wallahua'lam.
.

22 Julai 2009

USAH MENGHARAPKAN KEMATIAN...


Daripada Anas r.a katanya: telah bersabda Rasulullah SAW: "Janganlah sekali-kali salah seorang daripada kamu bercita-cita untuk mati disebabkan kerana musibah yang menimpanya.(tetapi) Sekiranya dia terpaksa juga berbuat demikian, maka ucapkanlah (berdoalah):"Ya Allah, hidupkanlah aku selagi kehidupan ini lebih baik bagiku, dan matikanlah aku sekiranya kematian itu adalah lebih baik bagiku." (HR Bukhari & Muslim)

Islam melarang kita mengharapkan atau berdoa supaya cepat mati kerana musibah atau bencana yang menimpa kita seperti sakit, kefakiran, ketakutan ataupun sebab-sebab lain yang seumpama itu. Hal ini disebabkan bercita-cita supaya lekas mati boleh membawa kepada beberapa keburukan seperti:

1. Sikap tersebut (bercita-cita untuk lekas mati itu) menandakan bahawa seseorang itu tidak redha dengan musibah yang menimpanya. Walhal kita disuruh agar banyak bersabar menghadapi cubaan Allah SWT dan berusaha untuk mengatasinya. Bercita-cita untuk lekas mati adalah bercanggah dengan prinsip tersebut.

2. Sikap demikian juga dapat melemahkan jiwa, mendorong sifat pemalas dan putus asa. Padahal setiap kita dituntut agar membuang sifat-sifat negatif tersebut atau mengurangi semampu yang boleh dengan harapan semoga usaha kita itu mendapat restu dan taufiq dari Allah SWT.

3. Sikap tersebut juga melambangkan kejahilan dan kebodohan seseorang kerana sebenarnya dia tidak tahu apa yang akan menimpanya setelah dia mati. Barangkali dugaannya meleset dengan menganggap dengan lekas mati dia boleh terlepas daripada penderitaan, rupanya di alam sana (barzakh dan alam akhirat) dia ditunggu oleh penderitaan yang lebih dahsyat. Semoga kita dilindungi oleh Allah daripada keadaan yang demikian.

4. Sesungguhnya dengan kematian bererti terputuslah atau berakhirlah kesempatan atau peluang seorang hamba daripada melakukan amal-amal soleh yang sepatutnya dilakukan bagi menambah bekal di akhirat nanti dan agar sisa umurnya dapat diisi dengan sesuatu yang bermakna. Dan bagaimana dia boleh bercita-cita untuk memutuskan kesempatan beramal, padahal kalaulah satu bibit amal soleh itu dia tanam dalam hayatnya di sini, nescaya dia akan memungut hasilnya kelak di akhirat lebih baik daripada dunia dan segala apa yang terdapat di dalamnya.

5. Dan yang paling merugikan ialah dengan sikap demikian maka akan hilanglah daripadanya ganjaran yang amat besar. Walhal sekiranya dia bersabar menghadapi sesuatu ujian daripada Allah, maka dia akan mendapat bermacam-macam ganjaran daripada Allah seperti pengampunan dosa, kasih sayang Allah dan ganjaran yang tidak terkira. Firman Allah: "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS Az-Zumar:10)

Oleh yang demikian, atas dasar inilah maka pada akhir hadis tersebut Rasulullah SAW bersabda: "(tetapi) Sekiranya dia terpaksa juga berbuat demikian, maka ucapkanlah(berdoalah): "Ya Allah, hidupkanlah aku selagi kehidupan ini lebih baik bagiku, dan matikanlah aku sekiranya kematian itu adalah lebih baik bagiku."

Dalam hal ini kita disuruh agar menyerahkan perkara berhubungan dengan hidup dan mati kita kepada Allah, Yang Maha Mengetahui tentang mana di antaranya yang lebih baik. Dia mengetahui kemaslahatan (kebaikan) hambaNya yang hambaNya sendiri tidak mengetahui. Ini berbeza dengan kandungan hadis Nabi SAW: "Janganlah hendaknya salah seorang daripada kamu berdoa: "Ya Allah , ampunilah (dosa-dosa) ku jika engkau mahu, ya Allah, kasihanilah aku jika Engkau mahu. Tetapi hendaklah dia memohon dengan azam yang putus (mengharap)."

Di dalam hadis (1) yang menjadi perbahasan kita di atas bahawa yang kita pohon kepada Allah swt itu bergantung erat dengan ilmu dan iradat (kehendak) Allah, iaitu kita selaku hamba tidak mengetahui apalah akibatnya yang akan membawa kebaikan atau keburukan pada masa hadapan. Adapun tentang kandungan hadis (2) adalah sudah jelas kebaikannya, kita tahu akan kepentingannya, malahan setiap insan sangat berhajat kepadanya iaitu Maghfiratullah (ampunan Allah) dan rahmatNya. Setiap muslim mestilah memohon kedua-duanya kepada Allah SWT dengan harapan (raja'), bukan menggantungkannya kepada kemahuan Allah. Ini kerana setiap manusia disuruh dan diwajibkan berusaha ke arah mendapatkannya. Malahan segala tenaga mestilah dicurahkan dan segala jalan mestilah ditempuh untuk membolehkannya mencapai maghfirah dan rahmat-Nya itu.

Kebanyakan ulama mengecualikan dalam hal ini, kebolehan bercita-cita untuk mati jika khuatir ditimpa fitnah. Ini berdasarkan ucapan Maryam r.a.: "Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, lalu ia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang tidak bererti, lagi dilupakan." (QS Maryam:23)
.
Begitu juga mereka membolehkannya atas sebab terlalu rindu kepada Allah. Ini berdasarkan ucapan Nabi Yusuf AS: "Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkau Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang soleh." (QS Yusuf:101)

Imam Qatadah berkata: "Tidak seorangpun Rasul atau bukan Rasul yang bercita-cita untuk mati kecuali Nabi Yusuf AS ketika telah sempurna nikmat Allah diterimanya. Lalu beliau sangat rindu untuk menemui Allah SWT. Dalam hal ini, pendapat yang lebih kuat ialah sebenarnya Nabi Yusuf AS tidaklah bercita-cita untuk mati tetapi beliau hanya ingin agar mati dalam Islam, ertinya: "jika sampai ajalku maka matikanlah aku sebagai seorang muslim."

Adapun tentang Maryam, ibu Nabi Isa AS, keinginannya untuk mati itu mengandungi dua kemungkinan:

1) Beliau khuatir disangka telah melakukan perkara buruk dalam agamanya (berzina), lalu seterusnya beliau akan dihina.

2) Beliau khuatir kaumnya akan huru hara disebabkan oleh dirinya kerana keadaan (hamil tanpa suami) boleh mendorong mereka untuk memfitnah dan menuduhnya tanpa bukti.

Saidina Umar r.a. pernah berdoa: "Ya Allah, sungguh telah lemah kekuatanku, telah lanjut usiaku dan telah tersebar luas pengikutku. Oleh sebab itu matikanlah aku dalam keadaan sedang tidak mengabaikan dan melalaikan (perintah-Mu)."
.

21 Julai 2009

9 WATAK & TABIAT WANITA


Wanita terkenal dengan hemah dan budi pekertinya yang penyantun dan mulia. Namun tidak semua wanita mempunyai sifat-sifat terpuji seperti mana yang di tuntut dalam Islam. Setiap insan yang dijadikan Allah SWT memiliki kelebihan dan kekurangannya. Maka terjadinya pelbagai watak dan tabiat wanita dalam pelbagai bentuk dan rupa. Meskipun sesetengah manusia mempunyai watak seperti haiwan, namun jika ia mendapat didikan dan agama yang secukupnya serta menyedari kekurangan serta kesilapannya, maka ia akan kembali ke watak WANITA sebenar seperti yang dituntut oleh Islam. Terdapat 9 watak dan tabiat yang dinyatakan di dalam kitab muktabar. Namun ianya hanyalah perbandingan, tidak sekali-kali menyamakan kaum wanita dengan haiwan:

1. Tabiat Babi
Tabiatnya seperti tidak ubah seperti tabiat babi. Dalam soal makan dan minum mereka suka memecahkan piring dan pinggan mangkuk. Mereka juga suka keluar rumah tanpa meminta keizinan suami. Dan suka berjalan-jalan ke mana sahaja yang mereka suka. Mereka tidak mempedulikan urusan ibadat dan tidak suka menuntut ilmu dan suka melanggar perintah agama. Malah mereka tidak suka tunduk dan taat kepada suami.

2. Tabiat Kuda
Wanita yang bertabiat seperti ini suka memakai pakaian yang berwarna-warni seperti warna merah, kuning atau hijau supaya kelihatan menyerlah. Mereka suka memakai barang-barang perhiasan untuk bermegah-megah, seperti emas atau perak. Mereka juga tidak mahu kalah kepada suaminya.

3. Tabiat Anjing
Wanita yang bertabiat begini seorang yang sangat cerewet. Suka membebel, bersifat berani, melawan suami, membentak dan memaki hamun suami. Namun begitu dia seorang yang sangat setia kepada suaminya. Wanita penurut perintah suami, marahnya hanya untuk seketika sahaja.

4. Tabiat Ular
Wanita yang bertabiat seperti ular adalah seorang wanita pendiam dan pendendam. Mereka dapat menguasai suaminya, bila mereka bermusuh dengan seseorang. Suaminya akan dijadikan alat untuk menyerang musuhnya.

5. Tabiat Kala Jengking
Wanita yang bertabiat kala jengking suka menempel dan berkumpul sesama wanita lain. Hobinya suka memburukkan orang lain, biarpun suami atau keluarga saudara mara sendiri. Selain mengumpat mereka juga suka mengadu akan hal-hal orang lain. Dari sikap dan perangai mereka yang buruk itu juga boleh membuatkan orang lain berlaga sesama sendiri. Wanita seperti ini hanya suami yang sabar sahaja yang boleh hidup lama bersama mereka.

6. Tabiat Tikus
Wanita yang bersifat begini suka menyeluk poket suami, dan mereka dengan berani mengambil wang dari suami, walaupun tanpa mendapat keizinan daripada suami.

7. Tabiat Singa
Bersikap garang terhadap suami, namun mereka seorang yang pendiam tetapi seorang yang bersikap pengawal. Apabila diganggu, mereka akan melawan tanpa merasa segan dan silu.

8. Tabiat Kambing
Wanita yang baik dan soleh, taat kepada suami dan sayang kepada anak-anak. Mereka bersifat berkecuali, tidak mahu mencampuri urusan suami atau orang lain. Mereka suka berbakti kepada masyarakat dan taat kepada Allah SWT dan RasulNya.

9. Tabiat Ayam
Wanita yang bertabiat begini seorang yang penyayang dan mengambil berat tentang anak-anak dan suami. Hidupnya tidak suka bermegah-megah, seorang wanita yang cukup taat kepada suami dan Allah SWT.

Bagi wanita, kenalilah sifat dan watak diri sendiri supaya dapat mengubah dan mencorakkan diri menjadi wanita solehah seperti mana yang dituntut oleh Allah dan RasulNya. Apabila tabiat yang buruk berubah menjadi tabiat yang baik, maka masuklah mereka dalam golongan wanita yang solehah, yang dijanjikan syurga oleh Allah SWT kepada mereka yang taat dan mengikut perintahNya. Wallahua'lam.

(Sumber: Internet)
.

20 Julai 2009

JUMAAT: KELEBIHAN & KERUGIAN


1) Orang-orang yang meninggal dunia pada hari Jumaat akan mendapat rahmat dan aman daripada segala azab kubur, perkara ini telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW yang maksudnya: "Sesiapa yang meninggal pada hari Jumaat atau malam Jumaat, dia akan dicop dengan cop iman dan terpelihara daripada siksa kubur." (HR Al-Baihaqi)

2) Rasulullah SAW juga mengkhabarkan bahawa ganjaran pahala yang besar kepada orang-orang yang pergi berjemaah ke masjid termasuk untuk menunaikan sembahyang Jumaat melalui sabda Baginda yang maksudnya: "Apabila seseorang berwuduk lalu dia memperelokkan wuduknya kemudian dia keluar (pergi) ke masjid, dia tidak keluar kecuali untuk menunaikan sembahyang, tidak dia melangkah satu langkah kecuali ditinggikan satu darjat baginya dan dihapuskan baginya satu kesalahan, apabila dia bersembahyang Malaikat sentiasa memohonkan rahmat ke atasnya selama mana dia masih di tempat sembahyang dan belum berhadas, Malaikat memohonkan: Wahai Allah berilah rahmat ke atasnya, wahai Allah sayangilah dia!" (HR Al-Bukhari)

Dalam hadis ini mengandungi beberapa perkara yang penting. Pertama ganjaran pahala yang besar akan diperolehi oleh orang-orang yang pergi berjemaah di masjid dengan sedia berwuduk lalu pergi ke masjid untuk bersembahyang. Maka setiap langkahnya akan dikira sebagai penghapus dosa-dosanya dan menaikkan darjatnya. Para Malaikat juga sentiasa memohonkan keampunan dan rahmat kepada orang-orang sedemikian. Kedua, orang yang berwuduk di rumah itu menggambarkan bahawa mereka sentiasa menjaga ketepatan waktu sembahyang serta dalam keadaan suci kerana telah bersedia lebih awal lagi. Oleh yang demikian hari Jumaat adalah hari yang mengandungi banyak kelebihan dan kebesaran yang diberikan oleh Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW.

HADIR JUMAAT LEBIH AWAL
Sesungguhnya kita dituntut agar menepati waktu sembahyang dan dilarang melengahkannya. Ini kerana bukan sahaja menepati waktu sembahyang itu merupakan tuntutan agama malahan orang yang menepati waktu sembahyang itu akan mendapat ganjaran yang besar. Hal ini disabdakan oleh Rasulullah SAW yang maksudnya: "Orang-orang yang bersembahyang pada waktunya dan menyempurnakan wuduknya, menyempurnakan (tegak) berdirinya, menyempurnakan khusyu'nya, rukuknya dan sujudnya, maka sembahyang itupun naik (ke langit) dalam keadaan putih dan cemerlang. Sembahyang itupun berkata: "Semoga Allah menjaga dirimu sebagaimana engkau menjaga aku (memperelokkan kelakuan sembahyang itu)". Tetapi sesiapa yang bersembahyang tidak dalam waktunya yang ditentukan dan tidak pula memperelokkan wuduknya, khusyu'nya, rukuknya dan sujudnya, maka sembahyang itupun naik (ke langit) dalam keadaan hitam legam sambil berkata: "Semoga Allah mensia-siakan dirimu sebagaimana engkau mensia-siakan aku". Sehinggakan setelah sembahyang itu berada di suatu tempat sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah, lalu iapun dilipatkan sebagaimana dilipatnya baju yang koyak-koyak kemudian dipukulkanlah ke mukanya." (HR At-Thabrani)

Oleh itu berusahalah untuk datang awal ke masjid pada hari Jumaat itu dan ketika dalam perjalanan menuju ke Masjid hendaklah dengan khusyu' dan merendah diri. Apabila sampai di masjid, jangan lupa berniat iktikaf ketika hendak masuk ke masjid. Dengan datang awal itu juga kita berkesempatan melakukan perkara-perkara sunat yang lain seperti sembahyang sunat Tahiyyat al-Masjid, membaca Al-Quran, beristighfar, berzikir dan berdoa, kerana pada hari Jumaat itu mempunyai kelebihan dan kebesaran yang banyak dan ganjaran yang berlipat ganda.

Sabda Rasulullah SAW: "Apabila datang hari Jumaat, maka setiap pintu masjid ada Malaikat yang mencatat orang-orang yang masuk mengikut urutannya. Apabila imam telah duduk (di atas mimbar), para Malaikat menutup buku catatan mereka dan datang untuk mendengarkan zikir (khutbah). Perumpamaan orang yang hadir ke masjid lebih awal adalah bagaikan orang yang menyembelih hadyi (korban) seekor unta, kemudian seperti menyembelih seekor sapi, kemudian seperti menyembelih seekor kambing, kemudian seperti menyembelih seekor ayam, kemudian seperti orang yang memberikan sedekah sebiji telur." (HR Muslim)

Berdasarkan hadis-hadis di atas, jelaslah kepada kita bahawa orang yang menghadirkan diri ke masjid lebih awal pada hari Jumaat adalah sangat dituntut dan mempunyai ganjaran dan balasan yang besar. Sembahyang tepat pada waktunya juga dianggap sebagai memelihara sembahyang kerana jika dilengahkan waktu sembahyang tersebut, kemungkinan akan tertinggal atau terlepas waktu yang ditentukan itu. Malah Allah SWT juga telah menjelaskan bahawa antara sifat-sifat orang yang mendapat kebahagiaan itu ialah orang-orang yang tetap mengerjakan sembahyang pada waktunya dengan cara yang sempurna. FirmanNya: "Dan mereka yang tetap memelihara sembahyangnya." (QS Al-Mukminun:9)

Kesimpulannya, sembahyang dengan khusyu' dan tawadhuk serta menjaga dan memelihara waktu adalah satu kewajipan. Maka adalah disunatkan kepada orang yang wajib atasnya sembahyang Jumaat supaya menghadirkan diri lebih awal ke masjid bagi mengelak daripada terlepas pahala atau fadhilat datang awal ke masjid seperti mana maksud hadis di atas. Lambat hadir yang mendatangkan kerugian itu termasuklah hadir setelah imam naik ke atas mimbar untuk membaca khutbah sebagaimana telah diceritakan dalam hadis di atas.
.
Ini bererti para Malaikat yang khusus bertugas mencatat kelebihan hadir awal ke masjid pada hari Jumaat itu menghentikan catatannya kerana hendak sama-sama mendengar khutbah. Orang yang sedemikian hanya akan tersenarai dalam orang-orang yang hadir Jumaat sahaja, tetapi tidak tersenarai dari orang-orang yang mendapat kelebihan yang seolah-olah berkorban seekor unta atau sapi seperti yang disebut dalam hadis di atas. Ulama Syafie juga sepakat mengatakan bahawa sunat (mustahab) menghadirkan diri lebih awal ke masjid pada hari Jumaat.
.